Seminar Tata Rambut with Diana Hadisuwarno & MakeUp with Anggra Septa
PT Dasar Ilham Sakinah
Ulang Tahun Mummu Selly yang ke 20
aku mencoba menghibur diri dengan membuka facebook cwek-cwek yang pernah sedikit ada dihatiku.. heheee..
setelah kubuka-buka, ternyata salah satu diantara mereka, teman aku yang bernama selly hari ini tepat berulang tahun. Ulang tahun yang ke 20.
Melalui postingan ini, Aku mau Mengucapkan kata-kata lebay untuk mengucapkan ulang Tahun kepada teman saya Selly ini. meski Kata-kata inipun hasil copas dari mbah google.., tapi aku harus nyari yang pas buat si mummu selly nie..
Teruntuk Selly yang Pernah dihatiku..
Hari hari lewat, pelan tapi pasti
Hari ini kau menuju satu puncak tangga yang baru
Karena kau akan membuka lembaran baru
Untuk sisa jatah umurmu yang baru…
Daun gugur satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Umurmu bertambah satu-satu
Semua terjadi karena ijin Allah
Semoga, semakin bertambahnya umurmu
Semakin betambah pula kedewasaanmu
Bertambah kesuksesanmu
Dan yang palin penting, Bertambah Keimananmu
Selamat u;ang Tahun selly,
Semoga Tuhan senantiasa Bersamamu,
Malam mingguan di Udayana bersama teman-teman LHC
Rumah Dijual di Monjok-Mataram
Rumah Dijual Di Mataram
Buat Teman-teman yang seneng dengan Property, atau bisnis property, ada info mrnarik nich..Dijual Rumah Dengan Lokasi Sebagai berikut
Jln>Ade Irma Suryani, Gg Panda 4 Komplek griya panda mutiara, monjok - mataram
Luas tanah 85m persegi, full Bangunan dan sudah diflat untuk lantai dua
Ada 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, Ruang tamu, garasi dan Ruang keluarga.
Dipatok harga Rp.225.000,00 Nego.
HUB : 087832900090 (TANTO)Cwek Mataram, hati-hati dengan Yustinus Hadiyanto
in di berita2 mataram adalah orang ini: Hadiyanto namanya.. Berikut foto orangnya.. Harap berhati-hati ya
ILC semalem kayak Debat Anak TK
Untung-untung masih ada polisi yang mau menangani masalah-masallah terosisme yang sangat mengganggu keamanan di masyarakat. Apapun Tujuan terorisme, baik mengatasnamakan Tuhan kek, kepentingan umum kek. Memang terorisme harus tetap dibrantas sedini mungkin.
Saya inget betul semalem salah satu Audiens disana malah bilang bahwa fakta-fakta dalam terorisme bisa dibuat, seakan menuduh kepolisian membuat fakta terosisme, dan seakan berkonspirasi untuk membuat terorisme dan menghancurkan terorisme itu itu sendiri. Klo dipikir secara nalah, apa untungnya buat Kepolisian.., mereka sudah susah payah, sampai berkorban waktu, bahkan nyawa sebagai taruhan untuk memberantas terorisme malah dibilah berkonspirasi.. Heran saya ama orang itu, yang pendidikannya pasti diatas saya. Sementara itu dari pihak kepolisian membantah hal tersebut dengan cara yang bijaksana, dengan menyuruh memeriksa fakta-fakta yang ada, eh,.. Dengan menyuruh orang tersebut sebagai Tim pengacara klo mau untuk mengungkapkan fakta itu benar atau tidak, barang bukti itu betul atau dibuat buat. Saking malunya orang yang menuduh kepolisian tersebut, dia melontarkan argumen yang saya pikir menunjukkan kepribadiannya yang tolol. Kalah debat tidak merasa kalah, malah semakin mendebat ujung2nya kelihatan dech tololnya.. hahahhaha....
Yang Paling lucu adalah komentar dari salah satu Anggota DPR yang menangani masalah hukum.., saya gak tau komisinya. 10 atau 11,12,13 atau apalah. yang dalam pantunnya dia seakan-akan menuduh Kepolisian dalam memberantas terorisme asal Tembak ajja.., komentar lucu dari orang yang seyogyanya Wakil saya. Klo polisi asala Dor, bapak juga kena dor donk.. wkwkwk Yang jelas Polisi memiliki prosedur tersendiri untuk menangani seseorang yang mengancam mereka atau masyarakat. Mau dor ditempat, dor di WC atau dor di kebun binatang tidak masalah asal tidak melanggar HAM.
Atau lebih menyukai komentar dari pak Ruhut Sitompul, meski saya bukan Anggota Partai Demokrat.. hehe... Di berkata Positive Thingkinglah...,
Nah, Itu yang seharusnya dilakukan wakil rakyat. Positive thingking dengan Seluruh jajaran Pemerintahan, Seluruh jajaran Kepolisian dan Seluruh masyarakat umum. Klo ada sesuatu yang bener-bener salah barru digigat. jangn Berdebat menyalahkan ajja.
Tapi mau gimana lagi Negative Thingkingnya udah mendarah daging, bahkan sama Pembantu dirumah ajja bisa menagive thingking.. hehehehe...
Yach yang jelas, indonesia ini butuh banyak orang Pintar, bukan orang yang pintar debat, tapi orang yang pintar memanfaatkan kepintarannya untuk segera melakukan tindakan yang profesional.
Klo Cuma Debat, anak TK ajja bisa. hehhe....
Solusi donk.. Solusi..
Saya jadi inget kata-kata dari buku yang pernah saya baca , lupa judulnya..
Dalam sebuah Debat, tidak akan ada yang Menang dan yang Kalah.
karena Yang sepertinya kalah, seumur hidupnya dia tidak akan mengakui kekalahannya, dan bahkan berargumen lain untuk lebih menutupi kekalahannya.
So, buat apa terus berdebat.., lebih baik terus bertindak .. ditunggu tindakan nyata dari orang-orang yang ada di Indonesia Layer Club
Perbedaan Pecel dan Pelecing
Kemaren gue baru ajja makan makanan khas orang lombok atau sasak, Namanya Pelecing...,,
Dilihat-lihat awalnya menyerupai Pecel, Namun Pelecing ini Lebih Pedas dan Sambalnya Pake Sambal tomat, Bukan Sambal kacang kanyak di Diaerah saya kendal.
Ngomong-ngomong soal rasa, Pelecing ini kalah jauh dibanding Pecel, namun dari segi Hot'nya. Pelecing lebih pedas.
Nihc Ulasan Gue tentang Perbedaan Pecel dan Pelecing
Pecel:
Bahan: Kangkung, Taoge, Kacang Panjang, Mentimun Kecil, Atau kadang dikasih koll.
Sambal: Sambal kacang.
Pelecing:
Bahan: Cuma Kangkung, ama Taoge
Sambal: Sambal Tomat, atau Sambal Parutan Kelapa.
He,mmm...,, klo mau cobain Pelecing dateng ajja ke lombok and jangan lupa hubungin gue yach..
hahahaha,,,....
Gak ada Kerjaan

Kata mas Denny Indrayana
Minal Aidin Wal Faidin
Anehnya Negeri Indonesia Ini..?
Arti harapan dan keikhlasan
Goyang Itik ala si eGa


Pernikahanku

Ku Temukan jodohku di Pulau Lombok

Doa Untuk Calon Istriku
YA ALLAH....... andaikan dia adalah jodoh yang di tetapkan oleh-MU kepadaku..
maka jadikanlah dalam hatiku cinta kepadanya adalah karena-MU..
dan jadikanlah dalam hatinya,cinta kepadaku adalah karena-MU
namun............
andaikan dia bukanlah jodoh yang di tetapkan oleh-MU kepadaku,
berikanlah aku kekuatan agar pasrah dalam mengarungi ujian,yang kau berikan kepadaku.
AAMMIIN
Acap Kali
Acap kali mereka salah tangkap maksudku.
Acap kali kau menduga bahwa kau adalah yang tercantik bagiku, pikirmu.
Acap kali kau mengira aku mendekatimu tuk bisa berpacaran denganmu.
Acap kali kau menduga tentang niatanku bahwa aku datang seakan-akan bak burung merpati mencari pasangan kawinnya.
Padahal aku datang hanya untuk menegaskan bahwa kau temanku, adik atau kakak dan tak lebih.
Apa kau tak berpikir bahwa dengan acap kalinya kau membuatku tak berkutik..hanya sekedar say hello.
Apa kau tahu dengan acap kali darimu mampu buatkan stempel dikepala orang bahwa itulah pria dengan model yang kau citrakan.
Kau akui dengan segala kerendahan hati, bahwa perkataanku sedamai lautan biru bertepi gurun pasir yang gersang.
Kau akui bahwa aku bertipe pria yang kau idamkan, namun seharusnya itu tak membuatmu merasa pendekatanku ingin menjadikan kamu kekasih.
Kenakalanku yang kau sadari ternyata hanya hiasan bibir dari interaksi, itulah aku yang biasa bertutur.
Kenakalanku yang kau sadari tak sepenuhnya mewakili seluruh kehidupanku, janganlah membuat kau terlelap dan tak sadar diri, bahwa kau Biasa saja dihadapanku dan tak begitu spesial.
Biarkan dia datang, dengan caranya..perhatikan seksama..baru kita nilai "kita seperti apa di depannya"
by: mas sigit
hikmah penghianatan
Janganlah pengkhianatan oleh satu orang yang tidak baik, menjadikanmu kejam mencurigai semua orang. Mengapakah engkau menggunakan kepedihan hatimu karena kepalsuan satu orang, untuk membatalkan kebaikan semua orang? Mengapakah engkau memburukkan kehidupanmu, karena kesalahanmu sendiri dalam mempercayai seorang penipu? Masih banyak sekali orang baik di sini dan di luar sana, yang mampu membahagiakanmu dalam kasih sayang dan kesetiaan. Maka, Perbaikilah hati dan dirimu, jika engkau mengharapkan cinta yang lebih ba
Sepuluh Tahun Aku Membenci Suamiku
Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas.
Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat, kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon.
Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi.
Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “Selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera.
Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya.
Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama.
Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat.
Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai.
Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu.
Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana.
Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah
karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas.
Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya.
Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note. Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.
lagi kaget
sesek si, heran ajja knapa masih ada rasa cemburu.. ,
emang hati itu terlalu kecil untuk memahami arti cemburu, padahal jelas bukan apa2 aku, masih ajja ne hati cemburu.dasar tukang jeloues aku nie, nyampe bukan apa2nya ajja masih dicemburuin.
to the point, aku langsung cari fb mantanku tu lagi, nah disana akhirnya bisa tau kejelasan ne kabar.
lega rasanya tau kabar itu bener, and lebih leganya setelah lihat foto tu calon suami..
huhf.. Tuhan memang adil.., setiap kekurangan pasti mendapatkan kelebihan dari pasangannya.
Mantanku yang cantik, dapetin bini yang yach.., biasa2 ajja menurutku. Inilah keadilan.. hehe..
Untuk sekedar mengenang, bolehlah kusimpan foto terakhir saya and dia di blog ini.
norak ajja
