Anak Indonesia Sebagai Komoditas Perdagangan

Judul Buku Perdagangan Anak di Indonesia

Penerbit : Ineternational Labour Office, Jakarta; Peneliti : DR. Irwanto Fentiny Nugroho, Johan Debora Imelda Tahun Terbit : 2001, Tebal 204 halaman

Departemen Luar Negeri Amerika Sarikat (AS) dalam sebuah laopran yang dipublikasikan tanggal 12 juni 2001 mengenai Trafficking in persons (perdagangan manusia) memasukan indonesia sebagai sumber trafficking bersama-sama dengan 27 negara di dunia, baik didalam negeri maupun antar negara.

Bagi Indonesia laporan ini sebenarnya tidak begitu mengejutkan, karena hal ini di pandang hanyalah sebagai bentuk penegasan atas sebuah fakta yang sudah menjadi rahasia umum di Indonesia. Jadi megapa harus ditanggapi atau diributkan ?Di lain pihak, pemerintah indonesia pun tidak begitu mempermasalahkannya, Bukankah aktifitas semacam ini untuk hal-hal tertentu malah menguntungkan ? “Mengekspor” tenaga kerja ke luar negeri, misalnya, malah mendatangkan deviosa dan sekaligus mengurangi beban pemerintah di dalam negeri? Kalau sebatas itu pengertian kita tentang trafficking memang tidak ada yang salah dengan Indonesia dan tidak ada yang perlu dirisaukan, serta serta tidak ada alasan untuk memasukan indonesia dalam daftar negara-negara sumber “pengedar” trafficking.

Namun, trafficking mempunyai pengertian yang sangat luas dan mendasar. Menurut Koalisi Anti Trafficking seperti yang pernah ditulis Maria Hartiningsih trafficking didefinisikan sebagai pergerakan (manusia) lintas batas, Mengandung konotasi pemaksaan, penipuan, dan perdagangan manusia, Bahkan menurut deplu As, Trafficking khususnya perempuan dan anak perempuan untuk keperluan prostitusi dan kerja paksa merupakan satu dari kegiatan kriminal international.

Dari definisi ini, maka sudah barang tentu indonesia tidak dapat begitu saja mengabaikan laporan Deplu AS ini. Karena, Walau bagaimanapun indonesia sudah terikat’kontrak’ dengan sebuah konvensi international yang sudah ditandatangani. Oleh karena itu, ada baiknya kita sekarang memberi perhatian penuh terhadap permalahan ini karena seperti yang diinformasikan, pada tahun 2003 AS akan memantau dan megadakan evaluasi, serta tidak mustahil memberikan sanksi-sanksi tertentu kepada negara-negara ysng tetap megabaikan praktik-praktik perdagangan manusia.

Pijakan Konvensi ILO No.182

Buku “Perdagangan Anak di Indonesia” diangkat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh DR.Irwanto.dkk. dan disponsori oleh ILO (International Labour Office) jakarta, Penelitian dilakukan terhadap sejumlah lokasi di Bali, Jakarta. Medan dan Batam dengan me;lakukan wawancara terhadap sejumlah informan yang dianggap berkopeten, Wal;apun dimaksudkan sebagai informasi awal, dengan data-data yang diperoleh dar suber sekunder, namun buku ini cukup memberikan informasi yang komprehensil tentang pengertian, permasalahan, besaran, serta pola – pola perdagangan anak di berbagai wilayah di Indonesia.

Dengan dasar pijakan pada konvensi ILO No.182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segara untuk Pengahapusan Bentu-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, yang telah diratifikasi oleh pemerintah melalui undang –undang N0.1 tahun 2000, akan lebih muda untuk menelusuri sejauh mana keseriusan berbagai pihak, khususnya para Stakeholders memberi perhatian terhadap berbagai permasalahan yang menyangkut perdagangan anak.

Indonesia melalui institusi-intitusi yang berwenangnya dianggap oleh berbagai pihak belum bersungguh-sungguh memberantas praktik perdagangan manusia yang setiap tahun menunjukan gejala meningkat, baik kualitas maupun kuantitasnya. Perdagangan manusia harus diakui memang mengandung perselektif lebih luas baik secara ekonomi, sosial, serta penegakan hukum.Disyangkan sampai saat ini kita belum mempunyai undang-undang yang khusus untuk membrantas praktk-praktik semacam ini. Kondisi ini diperparah lagi oleh kenyataan bahwa indonesia sampai sekarang belum meretifikasi konvensi mengenai trafficking, yakni sebuah konvensi buruh migran. Dari berbagai kasus, seperti yang diungkap dalam buku ini kita akan melihat bahwa anak yang ‘terperangkap’ dalam jaringan trafficking umumnya dipekerjakan sebagai pekerja seks, pekeja rumah tangga, pengemis, peredaran obat terlarang serta eksploitasi di sektor kelautan jermal,Jakarta, Bali,Medan dan Batam merupakan jalur trafficking menggunakan jalur-jalur lain yang selama ini tidak terpantau.

Trafficking memang sutu kegiatan yang memberikan keuntungan dan omzet yang sangat besar bagi setiap pelakunya. Uang yang berputar dalam kegiatan ini mencapai milyaran dollar pertahunnya. Amerika Sarikat, dalam hal ini tetap menjadi primadonanya bagi setiap aktifitas trafficking, setiap tahun ada sekitar 50.000 oarng yang melakukan lintas batas untuk masuk ke AS. Korban terbesar trafficking berasal dari Asia, yakni 225.000 orang dari Asia Tenggara, 115.000 dari Asia Selatan, Sedangka dari bekas Sovyet ada sekitar 100.000 orang dan dari Eropa Timur sekitar 75.000 orang.

Sebenarnya masih banyak lagi yang mesti diteliti dan dicermati untuk mengungkap segi –segi lain dari perdagangan manusia untuk melengkapi isi buku “Perdagangan Anak di Indonsia “ini. Sesuai dengan konvensi ILO No.182 yang telah diratifikasi oleh pemerintah RI. Tercantum larangan untuk tidak memperkerjakan anak kondisi-kondisi yang berbahaya seperti pada sektor-sektor pertambangan , industri,kimia, tempat pembuangan sampah, atau sebagai serdadu anak.

Buku ini jelas sangat bermanfaat bagi masyarakat, dan bagi semua pihak yang peduli terhadap penanganan masalah anak, juga bagi para akademi, eksekutif dan anggota DPR. Oleh karena itu akan lebih baik dan mempunyai jangkauan yang lebih luas apabila pihak ILO sabagai sponsor buku ini dapat mendistribusikannya melalui toko-toko buku dengan melakukan penjualan langsung kepada masyarakat.

(ditulis ulang oleh M.Nuh)

0 komentar:

Post a Comment