Precived Service Quality: A Hierarchical Approach

MODEL-MODEL ALTERNATIF

Berbagai kelemahan model servqual telah memotivasi sejumlah prnrlit untuk mengembangkan model-model alternatif yang diharapkan bisa lebih sesuai untuk konteks-kontejs spesifik.

Berikut ini dikupas secara ringkas beberapanya.

Precived Service Quality: A Hierarchical Approach

Konseptualisasi dan pengukuran kualitas jasa/layanan merupakan salah satu topic kontroversi dalam literature pemasaran jasa. Sejauh ini terdapat dua macam konseptualisasi kualitas jasa yang dominan, yaitu (1) Prespektif Nordic (Gronroos, 1990) yang merupakan kualitas jasa dalam konteks yang lebih global, berupa kualitas teknik, kualitas fungsionak, dan kualitas reputasi; dan (2) model servqual yang lebih menekankan karakteristik interaksi jasa (seperti reliabilitas, daya tanggap, empati, jaminan, bukti fisik). Meskipun model servqual lebih dominan, belum ada consensus mengenai ancaman terbaik untuk konseptualisasi jasa.Oleh sebab itu, Brady dan Cronin (2001) berupaya mengintregasikan berbagai konseptualisasi yang ada kedalam sebuah kerangka komprehensif dan multidimensional yang memiliki basis teoretikal kuat.

Berdasarkan telaah literatur, riset kualitatif, dan studi validasi pada empat industri jasa (restoran siap saji, jasa cuci cetak foto, daman hiburan dan dry cleaning). Brady dan Cronin (2001) mengembangkan model kualitas jasa berbasis ancangan hierarkis (lihat gambar 7.7). Dalam model tersebut, dimensi utama kualitas jasa terdiri atas tiga komponen yakni: kualitas interaksi ( interaction Quality ), kualitas lingkungan fisik ( Physical environment Quality ) dan kualitas hasil ( outcome quality ). Masing-masing dimensi terdiri atas tiga subdimensi yang berbeda. Dimensi kualitas interaksi meliputi sikap, perilaku, dan keahlian. Dimensi kualitas lingkingan fisik terdiri atas ambient conditions, desain fasilitas, dan factor sosial. Sedangkan dimensi kualitas hasil mencakup waktu tunggu, bukti fisik, valensi. Pelanggan mengagregasi evaluasinya pada subdimensi untuk membentuk presepsinya terhadap kinerja organisasi pada masing-masing dari ketiga dimensi utama. Kemudian, persepsi ini melandasi persepsi kualitas jasa keseluruhan. Dengan kata lain pelanggan membentuk persepsi kualitas jasanya berdasarkan evaluasi kinerja pada berbagai level dan mengombinasikan evaluasi tersebut guna menentukan persepsi kualitas jasa keseluruhan. Secara lebih rinci, dimensi dan subdimensi kualitas jasa dijabarkan dalam 35 item yang tersaji dalam contoh kuesioner di Apendiks 4.

0 komentar:

Post a Comment